Barangsiapa yang ridho (kepada ketentuan Allah) maka Allah akan ridho kepadanya. -HR Tirmidzi

Barangsiapa yang ridho (kepada ketentuan Allah) maka Allah akan ridho kepadanya

Kesiapan diri sangatlah penting dalam rangka menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi di dalam kehidupan ini. Sedangkan terhadap yang telah terjadi, maka sikap yang harus kita miliki adalah ridho. Ridho terhadap apa yang akhirnya terjadi atau ridho pada hasil yang akhirnya kita terima setelah usaha yang kita lakukan.

Ridho itu adalah keterampilan mental untuk realistis menerima kenyataan. Hati menerima kenyataan, dibarengi otak dan anggota tubuh yang berikhtiar terus untuk mencapai keadaan yang lebih baik lagi.

Mengapa kita harus ridho? Karena jika kita tidak ridho pun, kejadian atau hasil itu tetap terjadi. Contoh sederhananya adalah apabila kita sedang berjalan di tengah lapangan golf, kemudian ada satu bola golf yang terlempar dan mengenai jempol kaki kita. Jika peristiwa ini terjadi pada diri kita, maka bersikaplah ridho. Karena tak ada untungnya juga bersikap tidak ridho, toh bola itu telah mengenai jempol kaki kita. Biarlah rasa sakit sejenak. Janganlah rasa sakit itu membuat kita bersikap menggerutu, mengutuk atau sikap apapun yang tidak baik.

Dalam keadaan seperti di atas itu, justru terdapat celah kesempatan kita untuk beribadah. Yaitu ketika kita bisa memaknai jatuhnya bola golf tersebut sebagai teguran dari Allah Swt. agar kita tetap ingat pada-Nya. Sehingga ucapan yang terlontar pun adalah dzikir.

Rasulullah Saw. bersabda, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridho kepada Allah  sebagai Rabb-nya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya.” (HR. Muslim)

Sebagaimana isi hadits di atas, bersikap ridho akan memberi nuansa tersendiri di dalam batin kita. Karena sebenarnya penderitaan kita saat menggerutu dan mengutuk itu bukan karena peristiwa jatuhnya bola pada jempol kaki kita. Melainkan karena kita tidak mau menerima kenyataan itu. Sehingga akhirnya kita pun merasakan penderitaan.

Contoh lainnya yang banyak terjadi di tengah-tengah kita adalah sikap mengejek atau mencibir keadaan diri sendiri. Ada orang yang mencibir fisiknya sendiri hanya karena hidungnya yang pesek, atau kulitnya yang hitam, atau posturnya yang pendek. Atau ada juga orang yang mencibir dirinya sendiri hanya karena terlahir dari keluarga yang tidak kaya raya.

Orang seperti di atas akan merasakan penderitaan. Penderitaan mereka bukan disebabkan oleh kenyataan yang terjadi, akan tetapi karena ketidakterampilannya dalam menerima kenyataan. Maka, tidak heran bila kita banyak menyaksikan orang-orang yang mengalami stres karena tidak terampil menerima kenyataan yang terjadi pada diri mereka, baik itu berkenaan dengan fisik penampilan, keuangan, karir, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, apapun kenyataan yang kita hadapi, terimalah dan jangan berkeluh kesah, apalagi mengutuk atau menggerutu. Sikap ridho akan menghindarkan kita dari rasa menderita. Kenyataan yang berbeda dengan harapan akan jadi terasa ringan dan kita pun akan lebih bisa mengkondisikan diri untuk berbahagia.

Sungguh tidak ada satu kejadian pun yang tanpa maksud atau tujuan. Termasuk jika kejadian itu adalah sebuah musibah. Suatu kerugian besar apabila musibah yang datang disikapi dengan sikap negatif, tidak menerima, menggerutu, atau sikap sejenisnya. Karena musibah adalah ujian yang justru akan semakin memperkokoh kekuatan diri seseorang. Bahkan jika dihadapi dengan ridho, musibah bisa menjadi jalan menuju surga. Sebagaimana firman Allah Swt, 

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, Bilakah datangnya nashrullah (pertolongan Allah). Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 214).

Bersikap ridho itu seperti bila kita menanak nasi, tanpa disadari air yang kita tuangkan terlalu banyak sehingga beras itu malah jadi bubur. Dalam keadaan ini, sikap yang kita lakukan bukanlah menggerutu dan menyalahkan diri apalagi memarahi orang lain. Namun, bersikaplah ridho dengan misalnya mencari daun seledri, kacang kedelai dan suwiran daging ayam. Ditambahi kecap dan krupuk sehingga bubur itu menjadi bubur ayam dengan citarasa spesial.

Rasulullah Saw. bersabda, Barangsiapa yang ridho (kepada ketentuan Allah) maka Allah akan ridho kepadanya.. (HR. Tirmidzi).

Ditulis oleh: KH. Abdullah Gymnastiar ( Aa Gym )
Beliau adalah pengasuh pondok pesantren Daarut Tauhiid Bandung – Jakarta.

Similar Posts